Rabu, 16 November 2011

Why The Scout Doesn’t Interesting For Teenager



            Kepanduan”, atau barangkali di Indonesia lebih dikenal dengan nama “kepramukaan, tampaknya mulai terlupakan dari benak para remaja-remaja masa kini dan bahkan bisa dibilang hampir tidak diminati lagi oleh mereka. Sebuah realita pahit yang memang harus kita terima di era millennium ini. Bagaimana mungkin saya tidak menyatakan fakta tersebut? Dahulu, Organisasi Gerakan Pramuka Indonesia dianggap sebagai organisasi yang berwibawa, bergengsi, serta hebat. Para pramukanya pun juga sangat dielu-elukan, disegani, dan bahkan menjadi sangat istimewa di mata masyarakat pada era kejayaannya itu. Namun seiring dengan terjadinya dinamika pada diri bangsa Indonesia, di era millennium ini pamor pramuka seakan anjlok di mata masyarakat. Kini kondisi Gerakan Pramuka Indonesia tidak seperti yang dahulu lagi. Tidak lagi di elu-elukan, dianggap tidak terlalu istimewa, serta sering pula disepelekan oleh masyarakat, dan berbagai macam hal lainnya lagi. Bahkan di beberapa pangkalan, gugus depan pramuka itu mati”, yang berarti tidak ada tanda-tanda kehidupan organisasi kepramukaan di sana. Ini merupakan salah satu contoh bagaimana sikap pesimistis seorang kepala sekolah terhadap organisasi kepramukaan di sekolahnya sendiri. Jika dibiarkan seperti ini terus, bukan mustahil bila suatu saat nanti Gerakan Pramuka Indonesia akan benar-benar kandas atau punah.

Padahal, jika ditilik dari segi manfaatnya, kepramukaan memiliki segudang manfaat yang bisa diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Kepramukaan sesungguhnya membangun karakter manusia yang mandiri, berani, bertanggungjawab, berwibawa, teladan, serta serba bisa. Tetapi jika kondisi Gerakan Pramuka Indonesia saja terseok-seok dan bahkan tidak diminati lagi oleh masyarakat utamanya para remaja seperti saat ini, maka bagaimana bisa para remaja era millennium ini menjadi manusia yang berkarakter atau berjiwa pramuka? Maka jangan heran apabila di era millennium ini banyak para remaja yang melakukan pelanggaran-pelanggaran terhadap norma yang berlaku di masyarakat Indonesia, baik itu norma hukum, norma kesopanan, norma agama, maupun norma kesusilaan. Sungguh disayangkan..
Kesadaran dari dalam pribadi masing-masing mengenai pentingnya manfaat kepramukaan pun perlu ditumbuhkan sejak dini. Namun ini tidak berarti di setiap sekolah terutama Sekolah Dasar (SD), kegiatan kepramukaan jadi diwajibkan. Sebab jika diwajibkan, maka jumlah anggota organisasi kepramukaannya pun otomatis akan menjadi membludak, bila kondisinya seperti demikian, maka dapat dipastikan bahwa proses pelatihan kepramukaannya sendiri tidak akan berjalan dengan maksimal dan efektif-efisien, akibatnya sebagian dari para anggota banyak yang terlantar dan malah hanya menggunakan seragam pramuka saja tanpa mengetahui makna dari kepramukaan itu sendiri. Ketika mereka melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama, mereka lebih cenderung berpikir bahwa pramuka di SMP sama saja seperti pramuka pada saat di SD.  Memang jika dilihat secara kasat mata, kegiatan seperti berkemah dan lomba tidak ada yang beda, namun jika dilihat secara lebih mendetil maka akan terlihat banyak sekali perbedaan diantara keduanya, seperti perbedaan cara melatih, proses pelatihan, kegiatan-kegiatan, dan rasa kekeluargaan. Justru di saat-saat SMP lah seorang penggalang itu mulai betul-betul dibutuhkan, karena jika dilihat dari segi pemikiran,  jalan fikiran pramuka penggalang SMP lebih bisa dengan mudah menalar dan menyerap semua makna serta manfaat dari kepramukaan itu sendiri, sehingga untuk kedepannya akan dapat terbentuk bibit-bibit unggul dari para pramuka yang mungkin suatu saat akan mampu membawa nama baik Indonesia di kancah dunia Internasional.

Dukungan keluarga juga menjadi salah satu faktor kelangsungan kepramukaan di Indonesia ini. Namun yang menjadi masalah saat ini adalah, sebagian besar anak-anak Indonesia zaman sekarang terlalu dimanja oleh keluarganya, yang pada akhirnya mengakibatkan sikap ketidakmandirian, penakut, bergantung pada orang lain, dan malas pada diri anak-anak itu. Contohnya saja, jika ada suatu kegiatan kepramukaan yang menyangkut tentang pembinaan kemandirian diri, keberanian, kerjasama, dan tanggungjawab, anak-anak itu malah merasa minder atau bahkan mereka cenderung jadi merasa kapok dan tidak mau lagi terlibat dalam kegiatan kepramukaan. Hal itu otomatis pula menjadi penyebab dari munculnya pendapat-pendapat negatif mengenai kepramukaan dari benak para orang tua. Nah, ini adalah salah satu contoh masalah yang acap kali menjadi batu sandungan untuk mengembangkan kepramukaan di Indonesia pada zaman sekarang ini. Padahal, bukankah yang namanya sikap kemandirian, keberanian, dan tanggungjawab itu adalah penting?
Untuk kedepannya, organisasi kepramukaan di setiap pangkalan memang harus lebih ditingkatkan lagi eksistensinya dan tentunya juga harus lebih didukung lagi oleh berbagai pihak yang bersangkutan, seperti dukungan dari pihak keluarga, pihak diri sendiri, pihak pangkalan, dan tentu dari pihak gugus depannya juga. Tapi ini tidak berarti ekstrakulikuler kepramukaan di setiap pangkalan menjadi diwajibkan, namun bangkitkanlah kesadaran pada diri masyarakat utamanya para remaja, akan pentingnya manfaat dari kepramukaan itu sendiri.

    Bandung, 13 November 2011
     Created  by
Mikyal  Amaeni & Carissa Tibia W.

2 komentar:

  1. ha.ha.ha ini juga sy post di blog sy ckckck....

    BalasHapus
  2. keren lah ni postingam..
    setuju banget.. pramuka tuh harus lebih di kembangkan terutama saat penggalang..

    BalasHapus